katantyra

Tanty · @katantyra

12th Feb 2013 from Twitlonger

A Zayn love story #ZLS
"Truly, Madly, Deeply" #Part18
Part XVIII -Ruined Reality-


Written by: min Tan





Have a good reading!:-)









"There's only 2 choices; either yes or no, good or bad, true or false, left or right, rise or fall, love or hate. But still, you're still two of both of them. Black and white." (Nares)
________________


October 16th 2011
3.30pm
Pondok Indah, Jakarta



Nares terduduk sambil melamun di halaman belakang rumahnya yang luas di bilangan Jakarta Selatan. Tangannya menggenggam segelas besar chamomile tea yang asapnya masih mengepul keluar dari gelasnya. Matanya menatap hamparan birunya air kolam renang serta barisan rerumputan hijau di hadapannya, tanpa menghiraukan tetesan air hujan yang terus menerus jatuh. Tak membasahi dirinya, tapi dinginnya tetap menusuk.


Inilah Jakarta, kota metropolitan di Indonesia. Ibukota negara yang selalu dibenci, dicemooh dan dimaki. Tapi anehnya tak seorangpun ingin beranjak dari kota ini. Pekat dengan polusi yang menusuk hidung, pemandangan kotor khas jalan raya serta kepadatan dan kepenatan yang selalu menghiasi harinya. Basah dengan genangan air dimana-mana. Tapi sepertinya Tuhan memang adil, setiap ada keburukan yang menjadi selalu ada kebaikan yang menyertai. Gedung pencakar langit yang indah, kemegahan tugu Monumen Nasional, bus oranye dan elang bondol yang kokoh menjadi ikon Jakarta. Sarat dengan hijau dedaunan rimbun di teriknya hari-hari kemarau. Jakarta, kota tempat Nares lahir dan besar selama ini.


Suhu Jakarta selalu cocok dengan kulit Nares. Kadang ada hawa panas menyengat yang membuat kalori Nares terbakar menjadi keringat. Kadang ada hembusan angin bercampur basah air hujan yang membuat tubuh Nares menggigil kedinginan. Dan sore ini, hujan deras sedang mengguyur Jakarta. Oktober, selalu menjadi permulaan hujan deras yang memang baru akan dimulai musimnya.


Nares dalam balutan sweater rajut berwarna cokelat kulit dan hot pants berwarna merahnya, masih terbengong-bengong dan terbuai dalam pikirannya, menerawang. Iya hampir saja menjatuhkan gelas tehnya, ketika ia mendengar Diza memanggil namanya,
"Aes!" panggil Diza
"Uh hah? Apa tante?" tanya Nares yang baru sadar dari lamunannya
"Kamu ngapain dari tadi masih di sini? Belom diminum lagi tehnya, hiiih" tanya Diza gemas
"Gak ngapa-ngapain kok, Tan"
"Udah sana, habisin itu tehnya terus siap-siap, katanya malem ini ada acara ulang tahunnya Zara, kan?"
"Oh iya iya, abis ini aku langsung mandi deh" ucap Nares sambil meminum habis teh chamomile nya
"Ya sudah, cepetan ya, jangan kebanyakan bengong. Ntar kemasukan hantu anak kucingnya Pak Antok, hiiiy, emang mau kamu?" goda Diza
"Ih Tante apaansih, jayus banget. Segala hantu anak kucing lah, gak sekalian tuh hantu hama ulet bulu pohon jambu Tante Irma, yeeee" balas Nares setengah kesal setengah geli kepada tantenya sambil segera meninggalkan tantenya
"Gak lah, kalo hantu ulet bulu ntar kamu jadi kegatelan, iyuuuh..."
"Tante Di! Apaansih geli ah!" sahut Nares dari tangga melingkar menuju lantai dua di tengah rumahnya yang baru ia naiki setengahnya



Kamar Nares adalah salah satu dari beberapa tempat kesukaan Nares di muka bumi. Kamarnya terbilang luas, dengan kasur berukuran queen di salah satu sisinya, diapit oleh dua nightstand di kiri dan kanan kasurnya. Ada sebuah meja rias besar berwarna cokelat tua di sisi lainnya, bersebelahan dengan pintu walk-in closet. Di sisi yang berseberangan dengan kasur, ada sepasang pintu kupu-kupu transparan yang menuju ke balkon lantai dua rumahnya, dilapisi dengan tirai berwarna gold dan hijau agak kecokelatan yang berkilau. Sementara di sisi yang berseberangan dengan meja rias, ada sebuah rak buku tempat ia menaruh novel-novel dan buku bacaannya. Dilapisi kertas tembok berwarna gold dengan motif bunga-bunga yang menimbul pada temboknya dan karpet berwarna cokelat gelap, serta lampu tidur kuning temaram di kedua sisi tempat tidurnya, ada pula lampu neon putih yang menyoroti seluruh kamarnya.


Walk-in closet di kamar Nares, memiliki nuansa yang berbeda dari kamarnya. Walk-in closet ini terkesan lebih fresh, sementara kamarnya terasa lebih hangat. Walk-in closet ini sangat simple, di kiri kanannya ada beberapa sling-sling aluminium yang tersusun horizontal tempat menggantung beberapa dress dan gaunnya. Ada beberapa papan-papan kayu berwarna putih di dekat langit-langit tempat menaruh baju lipatan yang sudah disetrika. Ada satu pintu di sebelah kanan, terletak paling ujung, berwarna putih tempat menaruh segala aksesoris dan perhiasan Nares. Di bawah-bawah gantungan sling, ada laci-laci yang juga berwarna putih, tempat Nares meletakkan pakaian dalamnya. Di ujungnya, ada lagi sling-sling besi yang disusun sedemikian rupa membentuk rak-rak sepatu untuk high heels, wedges, flat shoes serta sepatu-sepatu lainnya. Di kiri dan kanan rak sepatu, ada water closet dan bath tube lengkap dengan wastafelnya. Dilapisi warna mint green yang segar dan parket kayu berwarna cokelat muda pada walk-in closetnya, dan keramik berwarna putih gading untuk kamar mandinya.


Nares masuk ke kamarnya dan segera menyalakan water heater yang langsung membasahi tubuhnya. Air hangat yang mengenai tubuhnya terasa segar sekaligus menenangkan, begitu kontras dengan hawa dingin yang mencekat. Ia segera menutup tirai kamar showernya dan mengambil sabun cair yang berjajar bersama toiletries lainnya di cabinet di atas wastafel. Dengan segera tercium aroma khas sabunnya yang berwarna merah darah itu, wild cherry, ke seluruh penjuru kamar mandi yang dipenuhi uap panas air hangat. Setelah selesai membilas seluruh tubuhnya, ia menyikat giginya dan mencuci wajahnya di wastafel; maka selesai ritual mandinya sore ini. Ia segera memakaikan dirinya kimono berbahan handuk dan mencari dress yang cocok untuk malam ini.


Tangan kanannya menyusuri deretan aksesoris, sementara tangan kirinya memegang sebuah lace dress berwarna merah menyala dari topshop. Pencariannya mendadak terhenti ketika ia melihat sebuah kotak besar berwarna pink cerah, terletak di dasar lemari aksesorisnya. Bukan kotaknya, bukan juga isinya yang membuatnya tertegun, tetapi memori yang tersangkut di kotak itu. Memori yang tersangkut, yang selalu mengingatkannya pada seorang laki-laki yang tak pernah ia lupakan. Ia menunduk mengambil kotak itu dan membawanya ke kamar tidurnya. Ia meletakkan dress merahnya di kasurnya dan duduk termenung memegangi kotak tersebut.

*****


October 16th 2011
10.07am
London


Zayn baru saja terbangun dari tidur singkatnya pagi ini. Ia baru tiba dari studio pukul 4 tadi pagi. Padahal sore ini ia akan bertolak ke New York untuk syuting video klip single debut kedua mereka. Jadi tidak seharusnya ia baru pulang dari studio pukul empat pagi. Zayn segera keluar dari kamarnya dan beranjak menuju dapur, membuat segelas kopi.


Terkadang ia masih bermimpi, berharap keadaan dapur ini bisa menjadi sedikit lebih ramai. Dengan aroma omelet, pasta atau susu segar yang baru dituang. Atau dengan sesosok wanita berambut ikal yang tergerai dengan piyama satin atau kemeja selututnya yang sedang memegang wajan. Nares. Mungkin ini memang hal yang mustahil, salah satu dari harapannya yang sia-sia ia harapkan, menginginkan hal untuk tetap dan tak berubah, menginginkan Nares untuk tetap disini dengan cinta yang tak berubah.


Zayn menengok ke sebuah jam dinding besar di ruang tamu apartemennya, pukul 10 lewat 9 menit, 16 Oktober 2011, berarti tepat dua minggu Nares sudah meninggalkan London. Dan selama itu pula ia sudah berjuang untuk melupakan Nares, walaupun hasilnya nihil. Ia bahkan masih ingat detik terakhir ketika ia, dengan berat, melepaskan Nares untuk pergi. Meninggalkan dirinya. Kembali ke kesendirian.


*flashback*

October 2nd 2011
3.45pm
21st Music Studio, London


Zayn, Harry, Niall, Liam dan Louis sedang berada di studio mereka untuk memulai vocal coaching harian mereka. Maklumlah, album perdana mereka, Up All Night, akan segera diluncurkan ke pasaran. Dan setelah diluncurkan, pasti akan sangat banyak jadwal show, mulai dari promosi album, interview juga tour yang akan dimulai tahun depan.


Saat ini jam di studio menunjukkan pukul empat kurang seperempat waktu London, mereka berlima sedang menyesap hangatnya kopi dan teh masing-masing ketika sedang beristirahat. Sepertinya latihan mereka hari ini dicukupkan sampai sini saja. Zayn melihat jam tangan Tag Heuer yang melingkar gagah di pergelangan tangannya dan mengerang frustasi melihat sebuah kotak besar berwarna pink cerah. Siang tadi ia pergi ke salah satu pusat pertokoan yang menjual alat tulis dan semacamnya. Ia menyerahkan beberapa lembar fotonya dan Nares untuk dibuatkan sebuah scrapbook. Dan kini sebuah scrapbook berwarna dasar hitam dan pink telah berbaring di dalam kotak itu, bersama sebuah kotak musik berwarna hitam yang di dalamnya ada dua orang yang sedang menari ballet.


Ia membuka kotak tersebut dan melihat-lihat scrapbook yang ada di dalamnya. Memandangi satu persatu foto yang tertempel apik di scrapbook itu. Ada foto seorang penari tradisional yang sedang menari di atas panggung Sydney Opera House, ada foto seorang berbaju biru gelap sedang berdiri di Harbour Bridge dengan keindahan langit Sydney di belakangnya, dan masih banyak lagi foto yang membangkitkan kenangan kalau harus ia pandangi satu persatu. Tak terasa matanya panas, air mata mulai menggenangi pelupuk matanya.
"Zayn" ucap Liam memanggil
"What's up?" tanya Zayn yang tersadar dari lamunannya sambil menarik nafas untuk membuat air matanya menghilang
"Are you going or not?" tanya Liam
"Going? Where are we going?" tanya Zayn bingung dengan keningnya yang berkedut
"To the airport of course, or you don't want to come 'cause you're too much a loser for you can't see her leaving?" tanya Harry kesal
"Ooh...shut up! What time is it?" tanya Zayn
"A quarter to six" jawab Niall polos
"A quarter to WHAT?!"tanya Zayn panik, "I thought it's a quarter to four come on we've got to be hurry"
"It was a quarter to four, it's now a quarter to six" jawab Harry malas di belakang Zayn sambil memutar kedua bola matanya


Sudah 40 menit mereka di jalan menuju Bandara Heathrow. Hujan lebat mengguyur sepanjang perjalanan mereka. Mereka seharusnya sudah sampai di Bandara sekitar sepuluh sampai lima belas menit yang lalu, tetapi ada sebuah mobil terguling yang menyebabkan lalu lintas tersendat. Oh ralat, ini bukan tersendat, tetapi memang tidak bergerak. Tim evakuasi sedang menyingkirkan mobil tersebut. Bandara memang sudah di depan mata, sudah terlihat gerbang menuju bandara. Tapi apa daya lalu lintas tak sejengkal pun bergerak.
"Fuck it, it's half past six, another fifteen minutes and she's gone!" erang Zayn resah
"But what can we do? Are we supposed to be running to the airport or something? Like please no!" sahut Harry kesal
"Can we do that?" tanya Zayn, bola matanya melebar mendengar secercah harapan
"Zayn, seriously, no!" jawab Harry
"Yes, we will!" bantah Zayn
"Come on man, we can't do that, no way!" bantah Harry lagi
"Yes way! And if you don't wanna come, I'll get there by myself" ancam Zayn sambil memasukkan kotak tersebut ke sebuah tas anti air
"Calm down bro, we'll get there, by car or on feet, we're going there too" ucap Liam menengahi
"That'd better be not just words" komentar Zayn


Akhirnya mereka berempat terpaksa menuruti Zayn dan ikut berlarian di bawah hujan menuju bandara. Mantel perjalanan yang mereka kenakan sudah basah kuyup diterpa hujan deras. Paul, road manager mereka, turut serta berlarian dan mengikuti mereka dari belakang. Jelas Zayn berlari paling depan, paling cepat, seakan ia memang betul-betul berlomba dengan waktu. Akhirnya mereka pun tiba di Terminal 1 tempat British Airways bernaung. Tetesan air hujan dari mantel mereka pun tak dapat dipungkiri, membuat basah hampir seluruh lantai bandara. Hawa dingin yang semakin menusuk juga tak dapat dihindari, semakin menusuk sampai tulang mereka terasa ngilu.
"Excuse me, sir, what can I do for you?" tanya seorang petugas officer bandara pada mereka karena dianggap membuat kegaduhan dan mengganggu keamanan
"This is One Direction, and they're looking for a girl so can they just meet her right now? It will only take a few minutes" terang Paul
"I know this is One Direction, but they can't just pass the gate away, you know those tickets and all---"
"Please sir, it will only take some minutes, just let us.. Please" ucap Liam memohon-mohon
"Well then, only you six, over this way" ucap petugas tersebut.


*flashback ends*


Zayn masih saja melamun dan melamun ketika bel di apartemennya berbunyi. Menandakan ada seseorang di depan pintu. Zayn mengerang keras sebelum akhirnya berteriak untuk menyuruh orang tersebut menunggu. Ia berjalan dengan sedikit sempoyongan sebelum akhirnya memutar gagang pintu dan mengerutkan keningnya,
"Who are you?" Tanya Zayn bingung, tapi sebelum pertanyaan itu mendapat jawaban Zayn tersadar bahwa nada dalam pertanyaannya sangat tidak sopan. Ia berdeham sebelum mengubah pertanyaannya, "I uh.. I don't mean to be that shit, but excuse me I don't know who you are..."
"I'm Al" ucap orang tersebut, "and you must be that Mr. Malik I'm looking for, am I right?" Tanya orang itu
"Yeah I'm Zayn, what is it looking for me?" Tanya Zayn
"Can I just come in, it's a bit too personal to talk about it over here" jawab orang itu lagi
"Uh right, sorry. I'm a kind of mess lately, come in" ucap Zayn mempersilahkan orang itu masuk, "would you like something?" Tanya Zayn
"I'm good thanks" jawab orang itu sambil duduk di sofa berwarna putih susu di ruang tengah apartemen Zayn, "anyway as I said, I'm Al. Alvazil Kromowiryo"
Zayn terbatuk ketika mendengar nama itu disebutkan. Ia sedang meminum sekaleng coke ketika orang tersebut menyebut nama belakangnya, "I beg your pardon?"
"Yes, I'm Nares' brother if that's what you're asking for" ucap Vazil, "I know what happened between both of you"
"No you don't" jawab Zayn ketus, dengan cara Vazil yang berbicara seperti itu ia yakin akan satu hal, hanya ia dan Nares yang benar-benar tahu apa yang sesungguhnya terjadi, "it's not what you think"
"Really?" Tanya Vazil dengan nada yang juga meninggi, "you love her, she loves you. She had to go, broken hearts. End of story, case closed. Which part that's not right?"
Kepala Zayn yang tadinya hanya menatap ke bawah, ke arah kaleng coke yang ia pegang, akhirnya terangkat mendengar nada bertanya Vazil, "what do you want?" Tanya Zayn dingin. Ah iya, Zayn sudah pasti lelah dengan segala pemberitaan media massa ditambah bahkan Nares sekarang tak ada di sini. Baginya, hidup bahkan hampir tak ada artinya
"Stay away from her"
"What?! Stay away?" Tanya Zayn setengah membentak
"I just don't want her to get any sicker than ever, this is tiring to see her crying for you every single day" jawab Vazil memelas, "so please, just let it be" ucapnya lagi memohon
"I can't do that" jawab Zayn dingin, "no, no, this isn't right. I can't just let her"
"Get a life, she has to, too" sahut Vazil lagi, "please, it's not for me. For her. Or, ah, you surely want to see her shed a tear for you. Oh great, asshole"
Zayn menarik nafas panjang, membuangnya perlahan. Memejamkan kedua matanya. Menyandarkan punggungnya yang lelah ke sandaran sofa di ruang tamunya, "trust me, I'm not. It hurts to see her crying over me" jawab Zayn jujur, meletakkan kaleng coke nya di meja kaca di hadapannya, "but I still can't"
"What did you do to her? Why is it so hard for both of you guys to let go?" Erang Vazil kesal
"I didn't do anything to her, it's just..." Zayn kembali membuang nafas panjangnya dengan bunyi desah yang keras, "I kissed her"
"YOU WHAT?!" Tanya Vazil yang mukanya memerah sekarang, bagai disambar petir di siang yang cerah, Vazil hampir saja terkena serangan jantung. Bagaimana bisa adiknya berciuman dengan laki-laki ini? Oke, Vazil tahu, Zayn adalah pop star papan atas, tampan, uang berlimpah dan segalanya. Tapi Nares bukan tipikal wanita murahan seperti itu "how dare you doing that to her?"
Tapi Zayn hanya menatap Vazil bingung. Tidak, Zayn tidak membuat-buat, tapi ia memang bingung. Maksud Zayn itukan hanya 'sebuah ciuman' nothing more, Zayn tidak melakukan yang aneh-aneh kok, bahkan ia berani di sumpah, "I just kissed her, nothing more..."
"That was her first kiss" jawab Vazil yang emosinya sudah stabil kini, "that was your last chance, just stay away from her. She promised me to stay away from you"
"If that's what best for both of her and I, I will then" ucap Zayn akhirnya mengalah, "but if someday I meet her, can I start it over again?"
"That'll be another story, and I'm sure you're gonna meet her again. The world is huge, but not huge enough for one to hide" jawab Vazil, "I just want to say that, thank you for the truth. And also thanks for taking care of her when she was here, if it's meant to be, she'll be just yours"
"Yeah, I hope so... Thanks for letting me and your baby sister is just too good to be mine. But I love her anyway"
"I know that, but enough with that last first kiss. That's your last first kiss with her. Thanks bud, see you around" pamit Vazil


*****



October 16th 2011
11.00am
Harry's and Louis' Flat, London


Harry terlihat sedang memasukkan baju-bajunya ke dalam beberapa koper ketika Louis masuk sambil membawa segelas cappucino yang harum baunya semerbak memenuhi ruang kamar Harry.
"Harry, have you called Zayn? You know I'm afraid about him... He's been such a mess lately" tanya Louis
"Uh yeah, almost forgot that. But I think I'll be finishin this and get there soon" jawab Harry sambil tetap memasukkan bajunya ke koper-kopernya yang terbuka
"He was a really organized person, until love messed it all" komentar Louis, menyesap hangat cappucino-nya
"Yeah, sometimes love is lovely, and the other just sucks" jawab Harry, "well I'm going to Zayn's see you later" lanjutnya mengambil kunci mobilnya dan segera beranjak keluar



October 16th 2011
5.28pm


Nares --dalam balutan lace dress berwarna merah menyala, black leather pump shoes Louboutin dan burberry clutch-- sudah duduk manis di dalam mobil kesayangannya berwarna hijau mentereng, Mazda 2, dalam perjalanannya menuju salah satu klub malam di bilangan Jakarta Selatan. Malam ini ia akan menghadiri pesta ulang tahun sahabatnya, Zara, yang ke 18. Pestanya memang baru akan dimulai jam 7 malam, tapi Nares harus datang sebelum pestanya dimulai, kalau tidak, habislah dia disemprot Zara.


Nares tiba di salah satu pusat perbelanjaan ternama di Jakarta. Ya, klub malam itu memang terletak di salah satu pusat perbelanjaan. Ia turun di lobby dan segera membawa serta sebuah kado yang dibungkus kertas tekstur berwarna biru dongker. Ia melihat jam tangan Guess berwarna putih yang melingkar di tangan kirinya, pukul enam kurang tiga menit, yah tidak terlalu telatlah..
'There she goes' batin Nares berucap, seulas senyumnya terjiplak nyata di wajah Nares yang sudah dipoles sore tadi
Ia hampir saja sudah memeluk Zara, ketika ada salah seorang laki-laki datang dari sebelah kiri Zara yang segera memeluk Zara, "yah keduluan gue... Sialan nih anak gue diduluin dapet cowo coba, kurang ajar.." gerutunya sambil mendekat ke Zara
"Happy birthday Za, you're eighteen! you know you're legal for..." ucap laki-laki itu menggantung dengan akhiran kedipan nakalnya
"Hahaha thanks ya, Van, lo juga udah 18 kok! Anyway thank you for making your own way here! Seneng deh lo dateng" jawab Zara bahagia
"Ehem..." ucap Nares kurang ajar, gak tahu adab, bisa-bisanya Nares ini mengganggu momen yang lagi manis-manisnya begini
"Eh, Nares.." sapa Zara dengan senyuman termanisnya, "sorry yaaa hehehe"
"Eh sorry ya udah ngambil sahabat lo buat gue peluk hehe" pinta laki-laki itu, 'ih kok sksd sih?' batin Nares
"Hahaha iya gak apa-apa kok, btw ya Za, HAPPY BIRTHDAY SAYANGKU!! Kangeeeen banget deh sama lo gak pake bohong!" teriak Nares heboh sambil memeluk Zara
"Aaaaah makasih banyak Naresku, cantikku sayang, iyaaa kangen banget juga sama lo!!! Makanya kalo ke luar negeri jangan kelamaan"
"Hehehe iya iya, anyway gue gak bisa bawain lo apa-apa nih, cuma ada a little gift for you, semoga tiap lo liat ini lo inget gue ya"
"Pasti deh, makasih banyak ya duh duh ngerepotin deh bawa-bawa kado segala"
"Alah engga kok, Za"
"Eh, Za, gue kesana dulu ya. See you, see you juga lo"
"Eh Van, iya iya hehe, thanks ya"
"Sip"
"Cieeee duh duh mt deh, punya cowo gak bilang-bilang" sindir Nares
"Apaansih, lo gak tahu ya? Itu kan Vano, sahabat masa kecil gue yang dulu sering gue ceritain ke lo, inget gak?"
"Vano? Raviano itu? Oalah itu orangnya, kirain cowo baru lo.."
"Sembarangan lo ah, dia itu lagi libur kuliah, doi kuliah di Melbourne, jadi jarang ketemu gitu sekarang"
"Kangen ya?" goda Nares
"Es, please... Kita sahabatan, gue sama dia juga kali" jawab Zara sambil memutar kedua bola matanya
"Hahaha by the way, gue kesana dulu ya, happy birthday dan sorry nih tamu lo udah banyak haha love you dear!"
"Hihihi thank you, double thanks, triple thanks pokoknya. Enjoy my party and I love you too, Aes!"


The party went amazing. 11pm, but please I'm not that kind of party girl.. God, if it wasn't her, I'm going home by now; batin Nares berkata masam. Chazara Aluna Karnawiredja, gadis berperawakan semampai, walau tak setinggi Nares, tapi Zara cukup tinggi untuk ukuran orang Asia. Nares dan Zara sudah bersahabat sejak mereka sekolah di satu SMP yang sama dan SMA yang sama. Nares adalah gadis pintar yang meraih over class ketika dia SMP sehingga ia menjadi yang paling muda di angkatan Zara, jadi hanya segelintir orang saja yang bisa beradaptasi dengan Nares, dan Zara adalah salah satunya. Nares sudah melihat Zara daritadi mondar-mandir untuk menyapa para tamunya. 'Kayaknya Zara makin lama makin cantik ih' batinnya berucap, kulit Zara terlihat cerah di bawah taburan sinar lampu yang menyorot di klub malam, rambutnya yang hitam pekat jatuh teruntai lurus di bahunya, parasnya ayu, matanya yang kecil tetap bersinar secemerlang bintang malam, hidungnya memang tidak semancung Nares dan tulang pipinya juga tidak setinggi Nares, tapi ia tetap terlihat manis. Ia baru berhenti melamunkan Zara, ketika seorang gadis dalam balutan dress panjang berwarna merah mendekat ke arahnya
"Heh, bengong aja, mikirin apa sih?" Tanya Zara yang sekarang sudah duduk di kursi tinggi di tempat bartender
"Enggak, lo makin cantik ya sekarang, Za"
"Idih, kena setan pohon apa lo jadi begini?" Tanya Zara sambil setengah terkikik
"Ih, dipuji gak mau, yaudah"
"Eh jangan ngambek gitu dong hehe. Makasih deh, tapi tetep deh Es, lo jauuuh lebih cantik, cantik banget tau gak. Makin dewasa makin cantik!"
"Hihihi makasih.."
"Tapi kayanya lo kurusan ya? Apa tinggian? Apa cuma mata gue yang salah nih? Efek baju lo bikin jadi kurus.."
"Both.. Gue kurusan dan tinggian, I guess"
"Mungkin kebanyakan terbang bikin lo makin tinggi kali ya Es"
"Wah berarti kalo pramugari ampe tua tingginya jadi dua meter ya?"
"Shit. Enggak gitu juga lah, emang lo turun berapa sih sampe keliatan kurus banget gini? 3-4?"
"8"
"SARAP LO! Ih, lo gak dikasih makan sama Tante Diza apa gimana sih? 8? Dalam seminggu?!"
"Dua minggu, Za, jangan lebay deh"
"Lo ngapain aja sih sampe dua minggu gitu turun 8 kilo?"
"You know me lah"
"Udah Es, jangan mikirin itu lagi, katanya mau ngelepasin, kalo masih ditahan gini, kapan mau lepasnya?"
"I don't know, susah Za, you know how hard it is.."
"Aes... Just because it's hard doesn't mean you can't do that"
"I know..."
"Anyway, just enjoy the party! Stop being so blue about that, so many fishes to catch"
"I did catch one, 'till I lost it"


*****


"Hey" sapa sebuah suara yang tak asing di telinga Nares
"Umm.............hey"sapa Nares melihat siapa yang menyapanya, canggung Nares membalasnya
"Gue Vano, sahabat kecilnya Zara"
"I know, dia sering cerita ke gue tentang lo kok. By the way, gue Nares, sahabat baru dari SMP. But we got along well this far" jawab Nares sambil meminum minumannya di kursi bar
"I know that too, dia sering cerita ke gue akhir-akhir ini tentang cewenya yang sedang mencari jati diri sampe ke Sydney" jawab Vano sambil duduk di salah satu bangku yang kosong
"Lebay ya dia.." Komentar Nares sambil meringis
"Hahaha enggak kok, so I heard you're a dancer" ucap Vano yang terdengar mengambang, bertanya tidak statement pun tidak
"Quite true..."
"Nice, kapan-kapan kalo ke Sydney lagi main ke Melbourne juga dong. I'll pick you up right away" ucap Vano lagi menawarkan tumpangan
"Well, lets see kapan gue main kesana lagi. I'll tell you when I get there" jawab Nares sekenanya
"Okay, ini kartu nama gue, maybe we can do farther than this sometime. See you at Melbourne" ;)
"Raviano Alidavi Albarka, nice name. Good luck for your education there"
"Hahaha thanks and thank you for your little time, Nares, sweet name. As sweet as your face"




































hello my wonderful-dearest-beautiful readers! I'm really sorry for my really-late part 18, I even hate myself for that :( school sucks lately, but I still hope this can make it up to you. thank you so much for always reading and waiting. leave me some words @katantyra. love y'all!:)<3



xoxo
Tanty

Reply · Report Post